Minggu, 18 September 2011

SEJARAH KOTA KERTOSONO

Kota Kertosono diperkirakan sudah ada sejak tahun 1650. Namun letaknya bukan di kertosono sekarang ini, tetapi berada di desa Pakuncen. Di Desa Pakuncen terdapat sebuah makan yang diyakini adalah makam para murid wali tepatnya murid Sunana Derajat. Alkisah murid-murid wali tersebut membuka hutan untuk dijadikan sebuah desa, dengan tujuan untuk menyebarkan agama Islam. Namun ternyata, setelah desa ini mulai berkembang ditemukanlah sebuah prasasti di desa Bangle yang menyebutkan bahwa wilayah ini merupakan batas wilayah kerajaan Majapahit bagian barat.

Bertepatan dengan itu, sekelompok orang dari kerajaan Mataram datang ke daerah ini dengan tujuan untuk meng-Islamkan wilayah-wilayah bekas kerajaan Majapahit. Tetapi karena warga di daerah tersebut telah memeluk agama Islam, akhirnya sekelompok orang dari kerajaan Mataram tersebut mendirikan ketemenggunan yang disebut "posono". Dengan tumenggung Eyang Tumenggung Purwodiningrat, Eyang Tumenggung Sosrodiningrat dan yang terakhir Eyang Tumenggung Wiryonegoro. Namun wilayah kekuasaan Belanda semakin meluas, maka wilayah kerajaan Mataram pun semakin dipoersempit. Hingga pada tahun 1825-1830 (saat perang diponegoro), Belanda membangun rel kereta api yang melewati kota Kertosono dan Nganjuk (nama sekarang.red). Peristiwa ini mengambil peranan penting dalam perubahan tata kehidupan Posono. 



Dahulu Posono yang merupakan pusat pemerintahan (tepatnya di Sentanan) yang dekat dengan jalur transportasi utama, sekarang letak posono menjadi agak jauh dari jalur transportasi umum. Hal ini mendorong mobilisasi besar-besaran penduduk Posono menuju daerah yang lebih dekat dengan jalur transportasi utama. Sedangkan hal lain yang mempengaruhi hal tersebut adalah seringnya terjadi banjir di wilayah Posono. Ketika penduduk di wilayah Posono mulai berkembang, pemerintah Kolonial mendirikan sebuah stasiun kereta api yang letaknya agak jauh dari Posono. Dalam peresmian stasiun ini, pemerintah kolonial mendatangkan sekelompok sirkus dari India. Namun, keesokan harinya salah satu gajah sirkus itu mati. Oleh karena itu, penduduk setempat menamai wilayah ini dengan nama "KERTOSONO". "KERTO" (dalam bahasa kawi yang berarti gajah) dan "SONO/SASONO" (diambil dari nama pasono) yang berarti tempat. Jadi Kertosono adalah tempat gajah itu mati yakni tepatnya di sebelah tenggara Stasiun Kertosono. 



Dengan munculnya stasiun kereta api tersebut, semakin banyak penduduk Posono yang bermigrasi ke Kertosono, bahkan Kertosono menjadi kota yang padat penduduk, ramai dan lebih maju daripada daerah sekitar. Kertosono menjadi pusat perdagangan dan transportasi penduduk Kertosono dan sekitarnya. Sebaliknya, Posono menjadi kota yang sunyi, sepi dan jarang penduduknya karena hampir semua penduduk Posono pindah ke Kertosono. Namun, karena kekuasaan pemerintah Kolonial Belanda semakin kuat, kekuasaan kerajaan Mataram di Kertosono semakin dipersempit. Hingga pada suatu saat kekuasaan kerajaan Mataram di kota Kertosono hanya sebatas kekuasaan kepatihan dengan patih pertama yang bernama Mangun Praja (Raden Mas Ngabei Mangun Praja). Kemudian karena semakin hari kedudukan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia semakin kuat, kekuasaan kepatihan diganti dengan kekuasaan Kawedanan. Dan seiring dengan perubahan roda pemerintah, sekarang ini kawedanan digantikan dengan kecamatan dan Kertosono terus berkembang semakin pesat dan semakin maju. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar